Mengenal Seni Cross Gender dari Didik Nini Thowok

2 comments
Daftar Isi [Tampil]
Seni Cross Gender
Seni cross gender yang baru-baru ini saya tonton di youtube. Awalnya menonton video cerita komedinya Didik Nini Thowok dengan judul Mbarang. Video ini meperlihatakan bagaimana perjuangan seniman tari karena pandemi covid 19. Bercerita usaha Didik mencari penghasilan untuk membantu sesama penari yang kesusahan. Dengan cara mengamen ke tiap-tiap rumah dengan tarian maupun lagu jawa. Sayangnya tidak semua orang mau menikmati pertunjukannya. 

Seni lintas gender ini mempunyai tantangan yang sulit karena stigam masyarakat yang melihatnya sebagai hal yang menyimpang. Laki-laki menari perempuan dianggap merusak tatanan gender atau kemayu atau menjadi transgender. Padahal seni lintas gender sudah ada dari dulu. Sejarahnya pun panjang. Masyarakat juga tabu untuk membahas penggiat seni ini. Dalam buku sejarah yang pernah saya pelajari tidak ada pembahasan tentang kesenian ini.

Kesenian ini ada di beragai penjuru Nusantara. Sebut saja Lengger Lanang Banyumasan, tarian yang dilakukan oleh laki-laki. Bissu di Sulawesi Selatan, orang-orang yang dituakan dan memiliki kesaktian. Mereka ini tidak memiliki gender meski dilihat dari gender adalah laki-laki atau perempuan. Atau seniman Ludruk Jawa Timur yang semua pegiat seninya adalah laki-laki termasuk penarinya.

Ternyata isu gender pada pegiat seni ini adalah sejarah Indonesia yang tidak mau adanya laki-laki berkelakuan seperti perempuan. Pemberantasan ini terjadi di Zaman Soeharto terutama GS30-PKI. Dari sini menyebakan masyarakat memandang aneh dan mempertanyakan gendernya. Alhasil penerusnya semakin sedikit, apreasi semakin hilang dan semakin disingkirakan dari masyarakat.

Menurut Didik masyarakat melakukan ini semua karena kurangnya pengetahuan tentang sejarah seni lintas gender. Atau penyebaran informasi yang kurang. Melihat seni bukan sebagai seni melainkan kekakuan. Padahal tidak semua yang laki-laki menari seperti perempuan harus berganti kelamin. Dalam diri mereka hanya terdapat perasaan atau sikap yang condong gemulai atau mirip perempuan. Bukan berarti mereka mau berganti gender.

Perjalanan Didik Nini Thowok Pegiat Seni Cross Genger


Didik yang lahir di kabupaten Temanggung ini keturunan dari Jawa dan Tionghoa dari ayahnya. Lahir pada tahun 1954 mengalami banyak sentimen dikehidupannya. Sejak kecil sudah tertarik menari dan belajar tari di daerahnya. Membuat banyak orang berkomentar yang tidak enak di hati. Ketika menceritakan masa lalunya di TED Indonesia masih ada sesak di dalam dada. Berarti ia merasakan betapa tersiksanya masa mudanya.

Nama nini thowok didapatkannya karena dipercaya oleh senior sekaligus dosennya di ASTI yaitu Mba Tuti untuk mementaskan tari nini thowok. Jadi ini adalah tarian karya dari Mba Tuti sendiri. Animo masyarakat yang besar setelah melihat kelihaian Didik menyebabkan menjadi nama panggungnya.

Cara Meredam Stigma Masyakarat


Pandangan sini padanya sudah terjadi sejak kecil. Lahir sebagai keturunan Tioanghoa dan beragama Kristen menjadi bahan gujingan orang lain. Sejak orang Tionghoa diusir dari wilayah Indonesia menyebabkan ia harus berganti nama menjadi Didik Hadi Prayitno. Kejadian ini terjadi masa pemberontakan PKI di Indonesia.

Tahun 1974 Didik pindah ke Yogya untuk belajar seni tari di ASTI cikal bakal ISI Yogyakarta. Di sini pun Didik masih tidak dianggap. Mau jadi apa dia selanjutnya dengan kesukaannya pada dunia peran perempuan dalam tari. Tapi karena kekurangan inilah Diidk berusaha untuk menjadi sesuatu.

Beliau belajar sungguh-sunggu tentang seni cross gender dari sejarahnya. Belajar dari berbagai daerah yang memiliki seni lintas gender. Sampai belajar keluar negeri. Tidak hanya teori yang dipelajari tapi mempraktikannya juga berkolaborasi dengan seniman lainnya. Hasil karya seninya adalah Jepindo tarian kolaborasi antara Jepang dan Indonesia.

Belajar tari perempuan itu tidaklah mudah. Karena harus belajar melebihi perempuan itu sendiri. Dari sikapnya, cara berbicara, cara berjalan, duduk dan lain sebagainya. Semua tentang perempuan harus dipelajarinya sedikit demi sedikit. Sampai bisa bermake up pun. Jangan heran jika mereka lebih elok dari perempuan. Jika tak bisa seperti perempuan atau melebihi dalam hal ini gerakan, ya bukan orientasinya. Lebih baik berhenti saja. Karena belajarnya saja susah dan lama.

Menonjolkan kualitas diri agar bisa dilihat dari dalam maupun keluar. Kalau tariannya sudah berkualitas orang mau bilang apa. Tidak hanya bagi mereka seni lintas gender. Bahkan perempuan berkarya pun sering dilihat fisiknya daripada karyanya.


Menebarkan Pengetahuan Tentang Seni Lintas Gender


Pengetahuan ini sangat minim sekali. Masyarakat sudah terbentuk untuk memandang sebelah bagi mereka yang kemayu. Tidak masuk dalam tataran gender pada umumnya. Padahal yang namanya seni ya tetap seni. Tidak kaku seperti ilmu eksak lainnya. Maka sang maestro mengajar untuk menebarkan pengetahuan bahwa tidak masalah peran perempuan atau laki-laki dipentaskan dengan gender lain.

Saya yang awam terhadap kesenian apalagi seni cross gender ini sedikit tahu akan pengetahuan ini. Tidak mudah bagi penggiat seni untuk diterima di masyarakat secara umum. Saya pribadi berharap seni ini tetap ada dengan catatan penggiatnya tidak mengubah orientasi seksualnya. Meski semua perbuatan baik kita yang menilai adalah Tuhan. Semoga seni-seni lintas gender ini ada penerusnya.

Terima kasih sudah mampir di blogku.

Related Posts

2 comments

  1. sedih aku bacanya tuh mbaa, emang bener banget sih ya yang bisa menikmati seni itu ya hanya mereka yang paham sama seni itu sendiri.

    karena kurangnya pemahaman tentang seni, di pelajaran saat sekolah dulu juga seni hanya praktek jarang sekali untuk teorinya. jadi memang banyak masyarakat yang merasa asing dengan seni.

    salut bgt sih sama pak Didik ini, bisa banget memanfaatkan kekurangannya itu jadi branding yang luar biasa. siapa sih yang nggak kenal beliau ya kan?

    meski nggak semua orang yang mengenal bisa mengapresiasi dan menikmati karya beliau.

    terima kasih mba udah angkat tema ini, aku tertampar karena selama ini juga sebagai pelaku yang kurang mengapresiasi seni :"

    ReplyDelete
  2. sama-sama kak
    menginspirasi juga. apapun pilihan kita harus tetap yakin dan buktikan pada diri sendiri bahwa jalan yang dipilih memang benar hehe

    ReplyDelete

Post a Comment