Mengapa Perlu Belajar Rasa Syukur dari Sepiring Nasi?

5 comments
Daftar Isi [Tampil]
Belajar rasa syukur dari sepering nasi

Sering kali saya bertemu dengan seorang ibu yang memiliki prinsip menghabiskan nasi sisa anaknya atau suaminya. Hal ini ternyata tidak hanya satu atau dua orang. Salah satunya mama saya. Dari kecil sering melihat mama menghabiskan sisa nasi kami jika tidak habis. Bahkan mengajarkan bapak untuk menghabiskan nasi anaknya. Prinsip ini bukan karena asal saja atau menjijikan.

Prinsip ini saya gunakan sampai sekarang. Pernah kejadian saya tidak mau makan karena ingin muntah melihat betapa banyaknya makanan sedangkan penghuninya sedikit. Rasanya mual jika melihat makanan tidak dihabiskan. Rasa sedih melihat orang lain menyisakan makanan. Apalagi ketika makan di luar. Mungkin kesannya tidak apa-apa toh itu uang saya yang digunakan. Tapi tepat saja sayang rasanya membuang rezeki yang harusnya sampai kepada kita.

Saya senang sekali membelikan orang terdekat jajanan atau makanan. Pernah kejadian makanan yang saya belikan tidak habis. Bahkan dicacah-cacah saja, hanya diambil yang enak-enaknya. Orangtuanya membiarkan dan tidak memakannya. Disimpan begitu saja entah akan dimakan lagi atau tidak. Memang saya sudah ikhlaskan untuk memberi. Tapi ada rasa sedih mengapa memakannya seperti itu.

Makanya saya pilih-pilih kalau mau kasih orang lain. Atau coba mengamati apa sih yang suka dimakan atau seperti apa makanan yang diinginkan. Akhirnya saya membelikan jajanan yang memang akan dimakan semuanya. Lega rasanya melihat apa yang diberikan dimakan habis. Tidak masalah kok kalau memang tidak suka bilang saja. Karena bisa diberikan ke orang lain yang memang suka. Itu menurut saya, ya. Tapi kan nggak semua orang bisa menerima penolakan. Terima saja, belakangan kasih ke orang lainnya hehehe.

4 Alasan Belajar Rasa Syukur dari Sepiring Nasi

Alasan untuk bersyukur

Sepiring nasi ini tidak hanya nasi beserta lauk pauknya. Tapi semua makanan yang tersaji di piring. Semua makananan yang didapatkan untuk mengenyangkan atau sebagai pemanis di mulut. Makanan yang tidak habis dan akhirnya dibuang ini sepertinya tindakan yang tidak merugikan orang lain. Tapi sebenarnya itu merugikan diri sendiri dan orang lain. Karena sampah makanan itu tidak hanya dari satu orang tapi dari banyak orang. Sampah-sampah ini bisa berakibat tidak baik untuk alam.

1. Menghargai Perjuangan Orang Lain


Berbagai macam makanan di piring ada nasi dan lauk. Tidak datang dari satu orang. Misalnya nasi saja harus dihasilkan dari proses kerja petani. Kemudian dipengepul gabah, ada proses menjadikan beras. Sampai ke produsen, proses produksi beras siap disebar ke toko-toko. Kemudian sampailah ke rumah kita. Tapi tidak bisa langsung dimakan. Harus dimasak dulu. Tetap ada proses untuk sampai di piring.

Jika sebagai konsumen nasi, maka harus mencari uang agar bisa membeli nasi. Ini baru satu proses, bagaimana dengan proses lauk sampai dengan kita? Untuk mendapatkan satu butir telor, harus memelihara ayam petelur. Ada peternak telur yang tidak hanya menunggu sehari dua hari telur ada. Tapi berminggu-minggu dengan banyak ayam. Agar telur-telurnya banyak yang dikeluarkan ayam. Begitulah prosesnya.

Selain menghargai siapa yang memproduksinya. Menghargai juga orang yang memasakan untuk kita. Menghargai orang yang sengaja membelikannya untuk kita. Seorang ibu maupun koki akan merasa senang jika melihat hasil olahannya diterima dengan baik.

Jadi makanlah sampai habis. Syukuri makanan yang tersaji di depan kita. Kalau memang tidak suka jangan paksakan untuk mengambil. Bisa jadi makan berdua sama teman untuk mencicipinya saja. Bukan dicicip terus disimpan di tempatnya, ya.

2. Makanan adalah Rezeki dari Allah


Makanan merupakan salah satu nikmat rezeki yang diberikan. Apa jadinya kalau kita tidak menikmati rezeki itu dengan menuntaskannya. Bukan menyia-nyiakan makanan. Kalau saja rezeki yang awet seperti mobil bisa dijaga dengan rapi banget. Kenapa dengan makanan kadang menyepelekan keberadaannya. Bahkan tidak merasa berdosa kalau tidak habis.

Bentuk rasa syukur dengan nikmat makanan salah satunya menghabiskannya. Selain itu ada keberkahan bagi kita yang tidak menyia-nyiakan makanan.

3. Allah Membenci Orang yang Suka Membuang Makanan


“Sesungguhnya Allah membenci kalian karena 3 hal: “kata-katanya” (berita dusta), menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta.” (HR.Bukhari)

“Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim)

4. Banyak Saudara Kita yang Kelaparan


"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’, Ayat 26-27).

Ingatlah jika menghambur-hamburkan rezeki ada orang yang belum tentu menemukan makana dalam sehari. Bisa jadi lebih dari sehari tidak makan apapun. Hanya berharap dari uluran tangan orang lain. Atau tempat tinggalnya kekeringan.

Awal tahun banyak bencana melanda Indonesia. Menghancurkan semua harta benda di rumah. Tidak ada pasokan makanan yang bisa dimakan. Hanya bisa menanti uluran dari orang lain. Berharap segera surut banjirnya dan bisa membenahi kehidupannya. Atau membenahi puing-puing gempa yang tidaklah mudah. Selesai bencana belum tentu dengan mudah mendapatkan rezeki kenyang. Harus bekerja lebih keras untuk bisa kembali normal.

Lihatlah orang-orang yang dijalanan mereka belum tentu ada sesuap nasi yang masuk di mulutnya. Mencari sisa di tumpukkan sampah. Betapa menyedihkan kondisi tersebut, sedangkan kita masih bisa sambil duduk menyantap makanan dengan nyaman. Setelah merasa kurang enak, asal buang saja.

Yuk belajar rasa syukur dari sepiring nasi. Tidak hanya nikmat bisa makananya tapi ada peluh kerja keras orang lain agar bisa tersaji di depan mata kita. Sampai bisa dengan mudahnya kita tinggal menelan. Kurang etis juga kalau beralasan, uang-uang sendiri untuk membelinya. Tapi ada orang lain yang kelaparan di dekat kita. Semoga dengan tulisan ini bisa sedikit mengingatkan. Kalau ada tambahan pun bisa di kolom komentar.

Terima kasih sudah berkunjung. 

Related Posts

5 comments

  1. Nanti habis nikah bakal ngerasain bgt, kita hobi masak tp ga ada jg sedih, kita masak tp ga ada yg suka jg sedih. Jd hobi bikin bikin itu harus didukung sama org yg hobi makan-makan 😁

    ReplyDelete
  2. siap kak ghin info setelah nikahnya
    jadi biar gak kaget

    ReplyDelete
  3. siap kak ghin info setelah nikahnya
    jadi biar gak kaget

    ReplyDelete
  4. Di sinilah peranan pasangan pemakan segala diperlukan. Supaya nggak buang-buang makanan, makanan dialihkan ke piring saya, untuk dihabiskan. Hahahaha.

    Ada satu kisah di Anime One Piece tentang ini, boleh deh di-browsing, biar ndak ada link hidup di sini.

    Bisa dengan kata kunci, One Piece Sanji Story.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha suami yang hebat kak prim nih
      jadi gak hanya istri yang bertambah timbangan suami pun bertambah hehehe
      oke aku cari one piece

      Delete

Post a Comment